Kamis, 26 Maret 2015

Reproduksi Seksual dan Fertilisasi

Standard
REPRODUKSI SEKSUAL DAN FERTILISASI
Reproduksi adalah cara dasar mampertahankan diri yang dilakukan semua bentuk kehidupan, setip individu organism adalah suatu hasil dari proses reproduksi dari pendahulunya. Cara reproduksi secara umum dibagi menjadi 2 jenis: seksual & aseksual,  dan yang akan kami bahas adalah reproduksi seksual.
Adalah cara mempertahankan diri yang dilakukan oleh dua individu dari dua jenis kelamin yang berbeda. Pada reproduksi seksual terjdi persatuan dua macam gamet dari dua individu yang berbeda jenis kelaminya, sehingga terjadi pencampuran materi genetic yang memungkinkan terbentuknya individu baru dengan sifat baru. Pada organisme tingkat tinggi mempunyai dua macam gamet jantan (spermatozoa) dan betina (sel telur) kedu macamm gamet tersebut dapat dibedakan baik dari bentuk,  ukuran dan  kelakuanya kendisi gamet yang demikian disebut heterogamete. Dan peleburaan gamet tersebut disebut singami, yang sebelumnya didahului proses fertilisasi (pembuahan) yaitu pertemuan sperma dan sel telur.

Majoritas sperma keluar dari vagina setelah pengenceran cairan semen dan hanya sebagian kecil yang mampu menembus servik dalam hitungan menit . Sperma tak dapat melewati kanalis servikalis bila mukosa servik dalam keadaan tidak siap. Kesiapan servik biasanya terjadi pada pertengahan siklus ketika kadar estrogen mencapai puncaknya dan kadar progesteron paling rendah. Pada kondisi optimal, sperma memerlukan waktu 2 – 7 jam untuk bergerak melalui uterus menuju lokasi fertilisasi dalam saluran tuba falopi. Spermatozoa dapat bertahan 24 – 48 jam dalam saluran reproduksi wanita. Sperma yang baru dikeluarkan saat ejakulasi belum mampu membuahi sel telur. Mereka harus mengalami kapasitasi. Kapasitasi dapat pula di induksi secara in vitro dengan kultur yang sesuai. Selama kapasitasi, selubung glikoprotein yang menempel pada membran sel spermatozoa dilepaskan dan menyebabkan perubahan pada permukaan membran sperma dan mengadakan reorganisasi pada membran sperma tersebut. Kapasitasi sperma memungkinkan terjadinya reaksi akrosom. Enzym proteolytic yang dilepaskan akrosom memungkinkan penetrasi zona pellucida oleh sperma yang bergerak seperti cambuk. Penetrasi zona pelucida memerlukan waktu sekitar 15 menit.
Penetrasi zona pellucida memungkinkan terjadinya kontak antara spermatozoa dengan membran oosit. membran sel germinal segera mengadakan fusi dan sel sperma berhenti bergerak. Inti sel sperma kemudian masuk kedalam sitoplasma sel telur.

Saat fusi antara sel membran sperma dengan sel telur sudah terjadi maka terjadi 3 peristiwa penting pada oosit :  :
  1. Depolarisasi membran sel telur sehingga terjadi blokade primer terhadap polispermia ( spermatozoa lain tak dapat masuk kedalam sel telur ). Hanya satu pronukelus pria yang dapat ber fusi dengan pro nukleus wanita dan menjaga keadaan diploid dari zygote.
  2. Reaksi kortikal. Menyebabkan zona pellucida menjadi keras sehingga mencegah sperma lain untuk berikatan dengan zona pellucida. Terjadi blokade sekunder terhadap polispermia.
  3. Pembelahan meiosis II pada sel telur. Badan polar II terbentuk dan dikeularkan dari sel telur sehingga memastikan bahwa pronukelus wanita bersifat haploid.. Sekali lagi , hal ini akan menjaga agar zygote tetap diploid. Kegagalab untuk menjaga sifat diploid pada hasis konsepsi sering menyebabkan kegagalan proses kehamilan.
Setelah berada dalam sel telur, sitoplasma sperma bercampur dengan sitoplasma sel telur dan membran inti (nukleus) sperma pecah. Membran yang baru terbentuk di sekeliling kromatin sperma membentuk pronukelus pria. Membran inti oosit yang baru juga terbentuk di sekeliling pronukleus wanita. Sekitar 24 jam setelah fertilisasi, kromosom memisahkan diri dan terjadilah pembelahan sel pertama.

 Zygote yang sedang membelah mengapung dalam tuba falopii sekitar 1 minggu, berkembang dari tahap 16 sel melalui tahapan morula yang padat menjadi tahap blastokis dengan 32 – 64 sel. Tahap blastokis memiliki rongga berisi cairan. Blastokis memiliki dua jenis sel embrionik yang telah ber diferensiasi : trofoectoderm di bagian luar dan inner cell mass di bagian dalam.
Sel trofoectoderm kelak akan membentuk plasenta dan inner cell mass akan membentuk janin dan membrane janin. Pada tahapan blastokista ini, hasil konsepsi masuk uterus dan mengadakan implantasi. Selama dalam tuba falopii, hasil konsepsi tetap diselubungi zona pelucida. Setelah 2 hari dalam uterus, blastokista melepaskan diri dari zona pellucida. Setelah peristiwa pelepasan tersebut, sel trofoectoderm blastokista mulai ber diferensiasi menjadi sel trofoblas. Proses yang simultan ini memungkinkan sel trofoblas berhubungan langsung dengan endometrium. Dalam beberapa jam, endometrium dibawah blastokista akan terkikis dan lisis sehingga substrat-substrat metabolik primer yang dihasilkan akan digunakan untuk kehidupan blastokista. Endometrium yang mengalami perubahan biokimia dan morfologi yang hebat itu disebut sedang mengadakan proses desidualisasi, suatu  proses yang dimulai saat terjadinya implantasi dan menyebar dalam bentuk gelombang konsentris yang berpusat dari tempat implantasi . Endometrium sekitar hasil implantasi akan kembali pulih sehingga seluruh hasil implantasi tertanam dalam endometrium.
Bersamaan dengan invasi embrio ke jaringan ibu, sel trofoblas kemudian ber diferensiasi menjadi 2 jenis sel : sel sitotrofoblas dan sel sinsitiotrofoblas.
Sel sinsitiotrofoblas adalah sel berukuran besar dan multinuklear yang berkembang dari lapisan sitotrofoblas. Sel ini aktif mengeluarkan hormon plasenta dan mentrasfer zat makanan dari ibu ke janin. Sekelompok sel sitotroblas memiliki sifat invasif , melewati stroma endometrium untuk mencapai pembuluh darah ibu, termasuk arteri spiralis endometrium

Faktor-faktor yang diperlukan agar proses implantasi berlangsung dengan baik: 
  1. Leukemia inhibiting factor , suatu sitokin
  2. Integrin , interaksi antar sel
  3. Transforming growth factor beta , stimulasi pembentukan sinsitium dan menghambat invasi trofoblas
Implantasi terjadi sekitar 7 – 10 hari setelah ovulasi. Jika hasil konsepsi bertahan hidup lebih dari 14 hari setelah ovulasi, corpus luteum ovarium akan terus menghasilkan progesterone. HCG yang dihasilkan oleh trofoblas yang berkembang dan di sekresi ke dalam aliran darah ibu bekerja menyerupai hormon luteinisasi, yaitu menunjang corpus luteum dengan menghambat proses regresi luteal.

0 komentar:

Posting Komentar