PEMBAHASAN
1. PEMAHAMAN EVOLUSI DARI ASPEK
INTERAKSI ANTARA MAKHLUK HIDUP DENGAN LINGKUNGANNYA
A.
ETOLOGI
(PERILAKU)
Setiap
makhluk hidup akan melakukan interaksi dengan lingkungannya sejak pertama kali
mereka dilahirkan. Untuk tetap eksis setiap makhluk hidup harus mampu melakukan
adaptasi, baik pada tingkatan populasi maupun komunitas pada suatu biosfer.
Apabila
kita melakukan eksplorasi terhadap beberapa macam interaksi makhluk hidup, banyak
contoh telah di kemukakan para peniliti pada bidang perilaku hewan. Suatu
spesies hewan mampu berinteraksi dengan lingkungan, hewan tersebut dapat
berkomunikasi, bergerak, berinteraksi secara social dan mencari makanan. Kajian
perilaku hewan merupakan salah satu aspek biologi yang telah lama di teliti,
bahkan dapat dikatakan sebagai kajian yang paling tua.
Kajian
perilaku dari hewan dapat dijadikan suatu “kunci” untuk memahami evolusi dan
fungsi ekologi dari hewan tersebut. Robinowitz (1980) yang mempelajari perilaku
macan tutul jaguar. Setelah memonitor beberapa iindividu menggunakan radio
transmitter, disimpulkan bahwa jaguar merupakan hewan soliter, dan hanya
melakukan kontak dengan sesamanya hanya saat musim kawin. Walaupun demikian,
jaguar jantan turut berperan dalam memelihara anaknya. Selain itu, terdapat
pula beberapa penemuan mengenai perilaku kawin, mencari makan, dan berbagai
aspek evolusi serta peran ekologi jaguar tersebut.
Kajian
perilaku hewan pada dasarnya mempelajari bagaimana hewan-hewan berperilaku di
lingkungannya dan setelah para ahli melakukan interpretasi, diketahui bahwa
perilaku merupakan hasil dari suatu penyebab atau suatu “proximate cause”.
Ahli
perilaku yang pernah menerima hadiah nobel adalah Konrad Lorenz, Niko Tinbergen
dan Karl Von Frisch. Percobaan yang dilakukan Tinbergen dan Lorenz membuktikan
perilaku “innate” (bawaan) dan bentuk perilaku yang didapatkan karena melalui
suatu proses belajar yang sederhana.Tinbergen melakukan percobaan dengan
menggunakan sarang tawon yang ditempatkan di tengah lingkaran bunga inus,
kemudian lingkaran bunga pinus dipindahkan disamping sarangnya. Ternyata tawon
tersebut kembali ketengah lingkaran, tidak ke sarang. Demikian pula setelah
lingkaran bunga pinus diganti dngan lingkaran batu tanpa sarang, dan
disebelahnya dibentuk segitiga dari bunga pinus dengan sarang di tengahnya.
Hasilnya menunjukkan bahwa tawon kembali ke lingkaran batu, bukan ke sarang di
tengah segitiga bunga pinus. Hasil tersebut menyatakan bahwa tawon dapat
menggunakan suatu bentuk di tanah dan terus menjaga lingkaran tersebut dengan
belajar untuk mangenal sesuatu.
Dengan
memahami penyebab perilaku, kita dapat lebih mengerti peran ekologi dan
bagaimana hewan menghadapi seleksi alam serta bagaimana perilaku dapat
meningkatkan kebugarannya (fitness), bidang ini juga dikenal dengan istilah
Ekologi Perilaku.
A. Perilaku
Sebagai Akibat dari Pengaruh Genetis danFaktor Lingkungan
Bagaimana
seseorang dapat bermain piano dengan baik? Hal ini dapat saja terjadi kareena
baiknnya koordinasi jari dan kemampuan memainkan instrument tersebut. Tetapi
pertanyaan yang kemudian muncul adalah kemapuan tersebut diturunkan atau cukup
dipelajari dan dilatih?
Seringkali
suatu perilaku hewan terjadi kareena pengaruh genetis (perilaku bawaan lahir
atau “innate behavior”), dan karena akibat proses belajar atau pengalaman yang
dapat disebabkan oleh lingkungan. Pada perkembangan ekologi perilaku terjadi
perdebatan antara pendapat yang menyatakan bahwa perilaku yang terdapat pada
suatu organisme merupakan pengaruh alami atau karena akibat hasil asuhan atau
pemeliharaan, hal ini merupakan perdebatan yang terus berlangsung. Dari
berbagai hasil kajian, diketahui baha terjadinya suatu perilaku disebabkan oleh
keduanya, yaitu genetis dan lingkungan (proses belajar), sehingga terjadi suatu
perkembangan sifat.
B. Innate
Merupakan
perilaku atau suatu potensi terjadinya perilaku yang telah ada di dalam suatu
individu. Perilaku yang timbul karena bawaan lahir berkembang secara tepat atau
pasti. Perilaku ini tidak perlu adanya pengalaman atau memerlukan proses
belajar dan sering kali terjadi pada saat baru lahir dan perilaku ini bersifat
genetis (diturunkan)
C. Insting
Insting
adalah perilaku “innate” klasik yang sulit dijelaskan, walaupun demikian,
terdapat beberapa perilaku insting yang merupakan hasil pengalaman, belajar dan
adapula yang merupakan faktor keturunan. Semua makhluk hidup memiliki beberapa
insting dasar.
D. Pola
Aksi Tetap (FAPs= Fixed Action Paterns)
FAP
adalah suatu perilaku stereotipik yang disebabkan adanya stimulus yang
spesifik. Contohnya saat anak burung baru menetas akan selalu membuka mulutnya,
kemudian induknya akan menaruh makanan didalam mulut anak burung tersebut.
Contoh lainnya adalah anak bebek yang baru menetas akan masuk kedalam air.
Perilaku ini ttelah “diprogramkan sebelumnya”, dengan kata lain, tidak
diperlukan proses belajar. Induk burung tidak perlu belajar memberikan makanan
kepada anaknya yang beru menetas, anak bebek tidak perlu belajar berenang.
Contoh lainnya seperti riyual perkawinan, mempertontonkan keindahan
(kejantanan) untuk menguasai suatu area (teritori). Dan anda dapat memikirkan
perlakuan lain yang merupakan FAP.
E. Perilaku
Akibat Proses Belajar
Proses
belajar seringkali diidentifikasi sebagai suatu upaya untuk mendapatkan
informasi dari adanya interaksi, atau perilaku yang memang telah ada pada
organisme.(hewan) dan cenderung memberikan pengertian dari suatu upaya
coba-coba. Kita ketahui bahwa perilaku di pengaruhi factor genetik, sehingga
organism (hewan) dapat memiliki hubungan dengan individu lain, dan juga dapat
berhubungan dengan lingkungan. Sebagai contoh, kelulusankehidupan dari suatu
spesies karena mampu berkembang biak, tetapi dalam proses tersebut terlibat
pula seleksi alamiah yang pada akhirnya akan mempengaruhi kehidupan organisme
(hewan) tersebut.
F. Kisaran
Belajar dari yang Sederhana Hingga Kompleks
Belajar
adalah suatu perubahan dalam perilaku yang merupakan hasil dari pengalaman.
Table 1.1 dibawah ini menunjukkan berbagai bentuk dari belajar yang
menghasilkan jenis-jenis perilaku.
TIPE
BELAJAR
|
KARAKTERISTIK
|
1.
Habituasi
|
Hilang atau timbulnya respons kepada
stimulus setelah pengulangan suatu perlakuan
|
2. Imprinting
|
Pada kehidupan hewan, belajar yang
tidak dapat diulang dan terbatas pada suatu periode keritis tertentu, sering
kali dihasilkan dengan adanya hubungan kuat antara induk dan keturunannya
|
3. Imitasi
|
Perilaku yang diakibatkan karena
adanya proses pengamatan dan meniru individu lain
|
4. Asosiasi
|
Perubahan perilaku yang diakibatkan
dari suatu hubungan antara satu perilaku dengan system hukuman dan hadiah;
dalam hal ini termasuk kondisi klasik dan belajar dengan mencoba-coba (trial
and error)
|
5. Inovasi
|
Perilaku yang timbul dan berkembang
karena terjadi respons terhadap suatu keadaan yang baru, tanpamencoba-coba
atau imitasi; dikatakan juga sebagai problem solving.
|
Tabel
1.1bentuk belajar
a.
Habituasi
(habituation)
Habitasi
adalah suatu bentuk belajar yang paling sederhana, akan terjadi jika stimulus
yang tidak berbahaya didapat oleh organisme (hewan) secra berulang-ulang,
setelah terjadi stimulus tersebut maka organisme (hewan) akan mengabaikannya.
Habitusi akan dihasilkan setelah organisme (hewan) belajar, sehingga akan
kehilangan respons bila stimulus dilakukan berulang-ulang dan tidak
membahayakan dirinya.
Contoh
perilaku ini misalnya anda menyentuh atau memukul secara perlahan seekor anjing
pada bagian belakangnya (ekor), maka ia akan menoleh ke belakang, bila anda
memukul dengan berulang kali, maka anjing tersebut tidak akan menghiraukannya
atau tidak akan menoleh. Akakn tetapi hal menarik akan terjadi bila anda
memukul perlahan dibagian lain, atau anda memukl perlahan setelah beberapa
hari, anjing akan memberikan respons kembali. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa respons dasar pada prinsipnnya tidak hilang, tetapi untuk sementara waktu
termodifikasi karena belajar.
b.
Imprinting
Adalah
suatu pengenalan terhadap satu objek seperti induk, hal tersebut terjadi pada
suatu periode kritis sesaat setelah lahir. Contohnya sekelompok angsa yang baru
lahir anda beri makan atau angsa-angsa tersebut melihat suatu objek yang
memberinya makan, maka anak-anak angsa tersebut akan menganggap anda atau objek
tersebut sebagai induknya dan akan terus mengikuti anda atau objek. Walaupun
anak-anak angsa tersebut melihat induknya yang benar, mereka akan
mengabaikannya dan terus menganggap bahwa objek atau anda adalah induknya.
Conto tersebut adalah hasil percobaan Konrad Lorenz yang mendapatkan hadiah
Nobel karena kajian tersebut.
Perilaku
imprinting dan FAP akan terjadi pada makhluk hidup walaupun stimulus yang
diterimanya bukanlah yang alamiah. Misalnya induk burung akan memberi makan
pada boneka anak burung yang membuka mulut pada sarangnya. Anak-anak angsa akan
mengikuti boneka angsa dewasa yang diberi makan di belakangnya.
c. Imitasi
Berbagai
jenis hewan dapat melakukan perilaku sebagai akibat dari pengamatan dan meniru
hewan lainnya. Perilaku tipe ini banyak dipelajari pada burung, akan tetapi
perilaku imitasi terbatas oleh suatu periode kritis tertentu. Banyak hewan
predator, termasuk kucing, anjing dan serigala kelihatannya belajar dasar
taktik berburu dengan mengamati dan menirukan induknya. Pada beberapa kasus,
factor genetis dan mencoba-coba dalam tipe belajar ini memegang peran penting.
d. Asosiasi
atau Pengkondisian (Associative Learning)
Definisi
asosiasi atau pengkondisian adalah perilaku yang disebabkan oleh suatu hasil
dari suatu respons terhadap kondisi-kondisi tertentu, baik kondisi tersebut
diketahui atau tidak. Kondisi penyebab prilaku tersebut dikatakan pula sebagai
stimulus. Respons adalah sesuatu yang di produksi atau dihasilkan karena adanya
stimulus. Perilaku ini dapat dibagi menjadi:
1. Pengkondisian Klasik (Classical Conditioning)
atau Perilaku Asosiatif.
Contoh
yang paling banyak digunakan adalah hasil percobaan Ivan Pavlov (ahli fisiologi
perilaku dari Rusia) yang menggunakan bel untuk anjing. Bila bel berbunyi,
anjing tersebut diberi makan, sebelum menyantap makanannya, anjing tersebut
mengeluarkan saliva. Beberapa saat setelah itu, walaupun tidak ada makanan,
sesaat setelah mendengar bunyi bel yang sama, anjing tersebut tetap
mengeluarkan salivanya.
2. Pengkondisian Operant (Operant Conditioning)
Perilaku
ini lebih merupakn hasil kondisi yang disebut mencoba-coba atau “trial and
error”. Semakin dekat individu mendapatkan respon dengan adanya stimulus
positif, maka induvidu tersebut akan semakin mudah mengulang keberhasilan
respon yang dilakukan. Perilaku ini termasuk dalam melatih seekor hewan. Dapat
juga terjadi pada seekor hewan yang semakin lama semakin sedikit mengeluarkan
energinya untuk mendaptkan makanan. Perilaku ini sering kali dijumpai pula pada
hewan yang tidak akan mengulangi perbuatannya karena ternyata perbuuatan
tersebut dapat membahayakan dirinya.
e. Inovasi
atau “Problem Solving” atau “Insight Learning”
Inovasi
atau disebut juga “reasoning” adalah suatu kemampuan untuk merespons sesuatu
terhadap keadaan baru dan dilakukan dengan tepat. Perilaku tipe ini terjadi
pada proses belajar dan merupakan perilaku yang memiliki kualitas tinggi pada
organisme (hewan). Perilaku ini berhubungan dengan kemampuan organisme (hewan)
untuk melakukan pendekatan terhadap suatu situasi yang baru dan dapat menyelesaikan
masalah yang terjadi. Intinya, setiap organisme (hewan dan juga manusia) dapat
memiliki perilaku tertentu atau bertindak untuk melakukan sesuatu dengan alasan
tertentu atau berfikir. Subjek dari inovasi adalah penyelesaian masalah,
sehingga tipe perilaku ini sering pula diberi istilah “problem solving”.
G. Perilaku
Merupakan Refleksi Evolusi
1. Ritme
Biologi
Banyak
jenis hewan mamalia seperti kelelawar, harimau dan bangsa kucing kurang aktif
pada siang hari dan makan saat matahari tenggelam atau aktif malam hari. Akan
tetapi, banyak jenis burung tidur pada malam hari dan banyak melakukan
aktivitas pada siang hari. Pola hidup yang berulang-ulang setiap hari, seperti
siklus tidur atau bangun pada makhluk hidup disebut Ritme Sikardian (Cycardian
Rythms). Pada tanaman dan juga makhluk hidup lainnya, ritme biologi dikatakan
juga dengan istilah Jam Biologi. Penyebab eksternal, khususnya siklus cahaya
dapat mengatur waktu, membuat tubuh memiliki koordinasi ritme dengan ketat.
Selain factor lamanya organisme didedahkan pada periode terang gelap tertentu,
temperature juga berperan dalam ritme biologi Kepentingan mempelajari ritme
biologi, waktu dan petunjuk serta faktor yang menyebabkannya sudah banyak
dilakukan peneliti karena erat kaitannya dengan waktu kerja efisien, serta
kemampuan dalam berfikir serta dalam membuat keputusan. Para pekerja malam,
atau mereka yang melakukan perjalanan dengan pesawat terbang dari satu benua
kebenua lain yang melintasi beberapa zona waktu yang berbeda, dapat menyebabkan
keletihan, hingga mengurangi kemampuan bekerja, bahlan dapat menyebabkan
depresi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya gangguan pada ritme biologi
internal.
2. Mekanisme
Bergerak
Hewan
dan tumbuhan atau organ dari suatu organisme tersebut memiliki cara khusus saat
melakukan pergerakan. Telah dikehaui bahwa terjadinya pergerakan khusus karena
adanya aksi atau stimulus sehingga suatu organisme bergerak, yaitu:
§ Kinetis
Kinetis
adalah suatu perubahan acak (random) dalam kecepatan dan atau arah dari suatu
organisme sebagai respons terhadap stimulus. Misalnya adanya pergerakan karena
terjadinya kondisi lingkungan yang tidak sesuai. Seperti beberapa kumbang yang
sangat aktif di daerah kering dan kurang aktif di daerah lembab.
§ Taksis
Taksis
sangat spesifik, berhubungan langsung sebagai akibat adanya suatu stimulus.
Pergerakan organisme (keseluruhan) dapat kea rah stimulus maupun menjauhi
stimulus. Misalnya larva lalat rumah akan bergerak menjauhi arah cahaya
(fototaksis negative), perilaku ini kemungkinan terjadi karena larva tersebut
dapat berlindung dari musuh alaminya. Banyak tumbuhan melakukan pergerakan ini
karena adanya stimulus cahaya (foto), arus (rheo), angin, gravitasi, air dan
lain-lain.
§ Kelompok
(Group)
Pergerakan
secara berkelompok yang terjadi pada banyak hewan dikenal dengan istilah
migrasi. Hal ini, biasanya dipengaruhi oleh adanya perubahan cuaca atau musim,
dan lebih khusus lagi perilaku ini berpengaruh untuk mendapatkan sumber
makanan, daerah atau tempat untuk kawin, dan lain-lain.
Migrasi
banyak terjadi pada berbagai jenis burung, serangga, seperti beberapa jenis
kupu-kupu, berbagai jenis ikan dan mamalia lain. Pada dasarnya hewan melakukan
migrasi karena telah mengenali daerah perjalanan mereka, dan hal ini dilakukan
dengan adnya “piloting”, orientasi dan navigasi. Hewan dapat melakukan migrasi
dengan adanya pengenalan suatu cara di atas atau kombinasi dari ketiganya.
§ Komunikasi
Komunikasi
pada umumnya terjadi diantara sesama spesies, misalnya untuk mengenali pasangan
kawin. Pada hewan-hewan social komunikasi dilakukan sebagai salah satu cara
untuk mengetahui koloninya. Komunikasi dapat pula terjadi untuk menghndari
bahaya.
Komunikasi
dapat terjadi melalui perantara senyawa kimia menggunakan Feromon, yaitu
senyawa kimia yang disekresikan keluar tubuh organisme dan dapat dikenali
(melalui bau, dimakan, dan lain-lain) oleh sesama spesies dan akan berguna
untuk berbagai kehidupannya, misalnya untuk kawin, tempat berkumpul (agregasi),
menemukan makanan, mengenali koloni, adanya bahaya, dan lain-lain.
Selian
itu, komunikasi juga terjadi secara visual, hal ini banyak terjadi pada saat
sesama spesies mengenali pasangan kawinnya atau saat mempertahankan daerah
teritori. Komunikasi dengan suara (auditory communication) sangat banyak
dilakukan oleh hewan, misalnya untuk mengetahui derah teritori, untuk mengenali
sesame spesies dan digunakan untuk mengetahui sumber makanan dan untuk melakukan
perkawinan, hingga untuk menginformasikan adanya bahaya. Sebagai contoh yang
telah banyak ditelaah adalah adanya suatu hipotesis tarian lebah sebagai alat
komunikasi untuk mengetahui sumber makanan.
§ Perilaku
Sosial (Sicial Behavior)
Secara
umum didefinisikan bahwa perilaku sosial adalah segala macam dari interaksi
diantara sesame spesies yang melibatkan antara dua atau lebih individu
organisme (umumnya hewan). Hal ini didasari adanya perilaku individu yang
dilakukan karena perilaku individu itu sendiri dan perilaku dari kelompok
(grup). Perilaku sosial dapat pula terjadi karena interaksi anggota dari
berlainan spesies. Adanya perilaku sosial sebagai akibat dari kompetisi sering
terjadi dalam dunia hewan, misalnya untuk memperebutkan sumber makanan, dan
lain-lain
§ Agonistik
Perilaku
agonistik adalah perilaku agresif yang pada dasarnya dilakukan untuk dapat
lulus hidup (survival). Perilaku agonistik ini pada umumnya merupakan ritual,
memperlihatkan kekuatan, dan keindahan (dapat berupa suara, tubuh dan lain-lain).
Sering kali terjadi pula perkelahian yang tidak mematikan, walaupun pada
beberapa spesies perkelahian dapat terjadi hingga terjadi kematian.
Perilaku
agonistik terjadi pula untuk menarik pasangan kawinnya, banyak jenis burung
jantan melakukan hal tersebut dengan mengeluarkan suara yang indah dan khusus,
adapula yang melakuakan tarian dan mempertontonkan keindahan tubuhnya untuk
menarik pasangannya.
Banyak
hewan sosial yang melakukan kelangsungan hidupnya dengan memelihara adanya
perilaku agonistik. Misalnya berbagai jenis ayam, apabila beberapa anak ayam
yang tidak saling mengenali ditempati bersama, mereka akan melakukan respons
dengan melakukan perkelahian kecil dengan saling mematuk. Hal ini dilakukan
untuk menghindari terjadinya konflik, pada akhirnya akan akan terjadi suatu
hirarkki (dominasi hirarki), misalnya yang lebih tua akan mengontrol yang
lainnya.
§ Teritori
Perilaku
untuk mempertahankan daerah edar atau tteritori merupakan suatu usaha organisme
(hewan) untuk mempertahankan adanya tempat sumber makanan, tempat untuk
aktifitas reproduksi dan kesuksesan dalam memelihara anak atau keturunannya.
Perilaku tersebut biasanya dipertahankan melalui berbagai cara komunikasi dan
perilaku lainnya. Walaupun tidak semua spesies hewan memilki teritori tertentu,
dan tidak selalu seleksi alam dapat memberikan adanya daerah teritori yang
tepat bagi suatu jenis hewan.
§ Altruistik
Perilaku
altruistik atau altruisme kelihatannya merupakan perilaku yang sering dikatakan
sebagai “perilaku non egois”, perilaku ini banyak dilakuakan oleh hewan-hewan
yang berkoloni. Individu yang melakuakan perilaku ini tidak mendapatkan
keuntungan, bahkan dapat mematikan dirinya, akan tetapi perilaku ini akan
memberikan keuntungan bagi kelompoknya atau koloninya, sehingga terjadi
peningkatan kebugaran dari koloni terssebut.
B.
DOMESTIKASI, MODIFIKASI DAN
VARIASI
Domestikasidiartikansebagaiusahauntukmengubahtanamandanhewan
liar menjaditanamandanhewan yang dapatdikuasaidanbermanfaatbagikehidupanmanusia
(Prawoto, 1986: 33).
Selamaperjalanansejarah,
semenjakbabakmanusiapetanidanpeternak, usahadomestikasitelahdimulai.Hasilnya
yang
dapatkitajumpaihinggakinibaikmelaluiteknologisederhanamaupuntingkattinggiantaralainadalah:
Ø Berbagai
varietas tanaman padi
Ø Berbagai jenis anjing ras
Ø Babi
Ø Strain’
bakteri yang dapat menghasilkan protein sel tunggal (‘strain’ ini merupakan
hasil rekayasa genetika terutama yang telah dilakukan oleh negara-negara
maju) Dan sebagainya.
Makhluk hidup seperti yang disebut di atas seakan-akan
telah mengalami penyimpangan dari takdir mereka sebagai tanaman dan
hewan liar sebagaimana mereka berasal. Terlebih-lebih lagi penyimpangan
terhadap takdir ini semakin jauh jika makhluk hidup yang baru itu
dihasilkan dari rekayasa genetika.
Ciri atau karakteristik makhluk hidup yang dapat
diketahui melalui indera kita disebut sebagai Fenotip, sebenarnya
merupakan pengejawantahan dari faktor-faktor bawaan atau faktor dalam disebut
sebagai Genotip, yang telah terpadu dengan faktor lingkungan. Jika
Fenotip dinyatakan sebagai P, Genotip sebagai G, dan lingkungan sebagai E, maka
salinghubungan antara faktor-faktor tersebut dapat dirumuskan
sebagai P = G + E.
Sebagai contoh, bunga dahlia yang
tumbuh di dataran tinggi mempunyai bunga yang amat menarik karena ukurannya
besar dengan daun-daun yang hijau lebat. Jika kita bertempat tinggal di dataran
rendah ingin sekali memiliki tanaman seperti itu tumbuh di halaman atau kebun
rumah kita, kekecewaanlah yang akan kita temui. Umbi dahlia yang diambil dari
tanaman dahlia yang berbunga besar dan berdaun hijau lebat itu setelah ditanam
di kebun kita pada akhirnya tumbuh menjadi tanaman dahlia berbunga kecil dan
berdaun kecil-kecil juga. Faktor penyebabnya adalah adanya perbedaan yang amat
menyolok yang disebabkan karena perbedaan beberapa kondisi di dataran tinggi
yang berbeda dengan di dataran rendah seperti: suhu udara, kelembaban udara,
kerapatan udara, dan juga tekstur dan struktur tanah, dan sebagainya, yang kesemuanya
itu merupakan faktor lingkungan. Jadi menurut rumus di atas adalah E, sehingga
pemunculan ciri (fenotip) tanaman dahlia di dua tempat tersebut memang berbeda
seperti rumus berikut:
ü Dataran
tinggi : P = G + E
ü Dataran
rendah : P’ = G + E’
Karena E berbeda, biarpun G
keduanyasama, maka P sebagaihasilinteraksiantara G dan E menjadiberbeda pula.
Seandainya kemudian tanaman dahlia
berbunga kecil itu telah menghasilkan alat reproduksi, umbinya ditumbuhkan
kembali di tempat asalnya, tumbuhlah tanaman seperti semula. Jadi ciri yang
tampak karena lingkungan yang berbeda itu hanya bersifat sementara, tidak baka
atau perubahan itu disebut sebagai modifikasi.
Pada populasi makhluk hidup kita
sering menjumpai individu-individu yang satu sama lain memiliki perbedaan sifat
pada bagian-bagian tubuh tertentu. Pada populasi manusia, misalnya, kita
mengenal empat macam golongan darah A, B, AB, dan O, setiap orang bergolongan
satu diantara empat golongan tersebut. Bila ditinjau secara genetik, perbedaan
golongan darah itu disebabkan oleh perbedaan genotip, yaitu pasangan alel gen
yang menentukan golongan darah seseorang. Perbedaan fenotip dalam populasi
makhluk hidup yang didasari oleh perbedaan genotipnya disebut sebagai variasi.
Evolusi pada hakekatnya perubahan
yang dialami oleh makhluk hidup pada tingkat populasi. Menurut Weisz (1965:
431) puncak perubahan di dalam proses evolusi ini ditandai dengan terbentuknya
spesies baru dan jenis baru ini dalam kategori taksonomik menempati tingkatan
yang lebih tinggi dari pada jenis asalnya. Pembentukan jenis baru ini dikenal
dengan istilah spesiasi. Kumpulan makhluk hidup yang tergolong dalam
satu jenis dinamakan populasi yang bersama-sama memiliki unggun gena
(gen pool). Di dalam unggun gena satu dengan yang lain aliran gena (gen flow)
dengan perantaraan perkawinan (Interbreeding) dalam anggota populasi,
akan tetapi antar unggun gena satu dengan yang lain aliran gena tidak dapat
berlangsung. Hal ini berarti jika aliran gena tidak dapat berlangsung, maka
kedua makhluk hidup itu berbeda jenis atau antara keduanya memiliki unggun gena
yang berbeda. Oleh karena itu masalah utama tantang spesiasi adalah terjadinya
penghalang (barier) reproduktif antara makhluk hidup (Weisz, 1965: 431).
2. KETERGANTUNGAN MAKHLUK HIDUP PADA LINGKUNGANNYA
Hubungan antara makhluk
hidup dengan lingkungannya dipelajari dalam cabang biologi yang disebut
ekologi lingkungan pada makhluk hidup pada dasarnya meliputi lingkungan fisik
dan lingkungan biotik. Lingkungan fisik antara lain meliputi keberadaan mineral,
cahaya, kelembaban, suhu dan keasaman (pH); sedangkan lingkungan biotik
meliputi semua makhluk hidup, tumbuhan dan hewan, yang mempunyai hubungan
dengan makhluk hidup yang bersangkutan dalam komunitas biotik.
Di dalam komunitas biotik makhluk
hidup satu sama lain tergantung, baik langsung maupun tidak langsung, selama
perjalanan hidup masing-masing. Biarpun antara sesama makhluk hidup itu saling
tergantung, mereka juga bersaing (berkompetisi) untuk memperoleh sumber daya
yang menunjang kehidupannya. Kompetisi ini dalam rangka memperoleh makanan,
mineral dan air, cahaya dan untuk wilayah kehidupannya (teritorial).
Untuk menjelaskan lebih lanjut
tentang hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya, dapat dipergunakan
konsep-konsep biologik tentang habitat dan relung (Nasia =
niche). Habitat adalah tempat kehidupan makhluk hidup di dalam komunitas
biotik. Istilah habitat dapat mengacu kepada wilayah yang luas, seperti padang
pasir, perairan laut atau wilayah yang sangat sempit seperti usus manusia sebagai
tempat hidup berbagai macam bakteri pembusuk. Maka boleh dikatakan bahwa
habitat merupakan “alamat” makhluk hidup dalam komunitas biotik.
Relung adalah tempat hidup yang
sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup dalam melakukan fungsi-fungsi
kehidupannya, sehingga relung merupakan bagian yang lebih sempit dalam suatu
habitat yang dan memiliki kekhususan bagi makhluk hidup. Istilah relung mengacu
pada peranan makhluk hidup itu di dalam lingkungan biotiknya. Sebagai contoh
dalam hal makanan, pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimanakah cara makhluk
hidup memperoleh makanan, apakah mineral-mineral yang telah di serap oleh
tumbuhan dapat dikembalikan lagi ke lingkungan, apakah makhluk hidup itu
sebagai produsen atau konsumen? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut
dapat membantu kita untuk memahami istilah relung tersebut bila habitat boleh
dipadankan (diasosiasikan) dengan kata alamat, maka relung di padankan dengan
kata profesi makhluk hidup dalam lingkungan biotiknya. Oleh sebab itu,
pengertian istilah relung selain meliputi keadaan fisik dan kimia, juga
meliputi faktor-faktor biotik yang diperlukan oleh makhluk hidup untuk
memelihara kehidupan dan perkembangbiakan (Baker, 1968 : 228-229)
Kalau kita meninjau berbagai
komunitas biotik makhluk hidup, kita akan memperoleh kenyataan bahwa
populasi-populasi penyusun komunitas satu dengan komuunitas lainnya tidaklah
sama. Disamping itu seandainya antara komunitas satu dengan komunitas lainnya
terdapat populasi jenis tertentu yang sama pada kedua komunitas itu, biasanya distribusi
dan kelimpahan (abudance) populasi dalam keduanya tidak sama.
Dalam hal penyebaran (distribusi) dan kelimpahan makhluk hidup, ahli ekologi
kebangsaan Amerika, yaitu Shelford, mengemukakan sebuah hukum yang dikenal
sebagai hukum toleransi “kelimpahan atau penyebaran makhluk hidup dikontrol
(dipengaruhi) oleh faktor-faktor yang melebihi tingkat toleransi maksimum dan
minimum bagi makhluk hidup”. Faktor-faktor ini lebih dipusatkan pada keadaan
iklim, topografi dan kebutuhan-kebutuhan biologi tumbuhan dan hewan. Jadi
makhluk hidup dibatasioleh beberapa faktor yang berada di atas atau di bawah
tingkatan yang dibutuhkan olehnya. Keadaan tersebut mungkin berupa banyak atau
sedikitnya cahaya, tinggi atau rendahnya kelembaban udara, banyak atau
sedikitnya mineral yang terlarut dalam air tanah, banyak atau sedikitnya
predator dan cukup atau kurangnya tempat perlindungan diri, sedikit atau
berkecukupannya faktor-faktor yang membantu keseimbangan nutrien, banyak atau
sedikitnya makhluk hidup lain yang merupakan patogen, dan sebagainya.
Satu macam faktor sudah cukup
menentukan untuk dapat membatasi pertumbuhan makhluk hidup. Sebagai contoh
andaikan kandungan nitrogen di udara di atas sebidang sawah sangat sedikit,
sedangkan cahaya, air, dan zat kimia lainnya sebagai nutrien berlebihan.
Tanaman padi di sawah itu akan berhenti melakukan pertumbuhan setelah nitrogen
habis dipergunakan, walaupun faktor-faktor lain yang dibutuhkan untuk
kehidupannya masih dalam keadaan berlebihan dari tingkat kebutuhan yang
diperlukan. Dalam keadaan seperti ini nitrogen adalah faktor pembatas
pertumbuhan. Hukum yang menyangkut faktor pembatas ini dikemukakan oleh ahli
botani berkebangsaan Jerman, Justin Liebig, sehingga dikenal sebagai hukum
minimum Leibig. Walaupun sebenarnya Leibig hidup 70 tahun sebelum Shelford,namun
karena adanya kemiripan antara kedua hukum tersebut,maka kemudian di gabungkan
menjadi hukum toleransi liebing-shelford: ”Keberadaan, kelimpahan, atau
distribusidi tentukan oleh satu atau beberapa faktor pembatas yang terdapat
dalam keadaan di atas atau di bawah tingkatan yang dibutuhkan oleh makhluk
hidup”. Tanaman dan hewan sangat bervariasi di dalam rentangan (range)
toleransi terhadap faktor-faktor lingkungan yang berbeda.
Memperhatikan gambar 6.2 terlihat bahwa antara daerah
kematian dengan optimum merupakan tekanan (Stess) lingkungan terhadap
makhluk hidup. Sebagai akibat tekanan lingkungan berbagai tingkat organisasi
biotik dapat dipengaruhi.
Miller mengidentifikasikan berbagai
pengaruh tekanan lingkungan pada tingkat organisasi biotik adalah sebagai
berikut (Miller, 1982: 95) :
1.
Pada tingkat Individu:
a.
Perubahan
Fisika dan kimia sel tubuh
b.
Gangguan Mental
c.
Sedikit
atau tidak sama sekal menghasilkan keturunan
d.
Kerusakan genetik (Eefek mutagenik)
e.
Kelainan cacat
(efek teratogenik)
f.
Timbulnya jaringan kanker (efek karsinogen)
g.
Kematian
2.
Pada tingkat Populasi
a.
Penurunan ukuran populasi
b.
Kenaikan ukuran populasi (jika predator alaminya punah
atau berkurang)
c.
Perubahan sturktur umur (kematian yang tua, muda atau
yang lemah)
d.
Seleksi alam dan terbentuknya idividu yang memiliki
gen-gen resinten terhadap perubahan lingkungan
e.
Hilangnya keragaman genetik dan kemampuan adaptasi
f.
Kepunahan populasi
3. Pada tingkat
komunitas-ekosistem
a. Kekacauan
dalam aliran energi
§ Perubahan dalam banyaknya input energi
matahari
§ Perubahan dalam banyaknya panas yang
dihasilkan
§ Perubahan jaringan-jaringan makanan dan pola
kompetensi
b.
Gangguan dalam daur kimiawi
·
Kebocoran sistem (pergantian/perubahan dari
sistem tertutup menjadi sistem terbuka)
·
Adanya zat-zat baru (terkena buatan manusia,
bahan-bahan sintetik)
c. Penyederhanaan
· Keragaman
jenis menjadi redah
· Kehilangan
kepekan jenis
· Makin
terdesaknya habitat dan relung makhluk hidup
· Jaring-jaring
makanan menjadi kurang kompleks
· Stabilitas
menurun
· Kepunahan
seluruh atau sebagian struktur dan fungsi ekosistem
· Kembali kepada tingkat awal sukses