Sabtu, 18 Oktober 2014

Makalah tentang permasalahan pendidikan

Standard

BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
            Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah, begitupun dengan sumber daya manusianya. Namun di sisi lain, masih banyak sekali permasalahan yang timbul akibat  rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Dapat diketahui bahwasanya kategori pendidikan rata rata di Negara kita sangatlah rendah. Sebagian besar dari mereka hanya mengenyam pendidikan sekolah menengah pertama saja, itu pun hanya dari mereka yang lahir mulai dari tahun 90’an, tetapi untuk tahun di bawah 90’itu sangatlah sedikit, bahkan dapat dikatakan hampir tak ada karena kebanyakan  dari mereka hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar saja. Sungguh ironis memang jika melihat kenyataan seperti itu. Untuk memeprjelas fakta tentang hal tersebut, ada beberapa data yang sangat menyedihkan bila kita melihatnya.
Menurut UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999). Sedangkan menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
B.      RUMUSAN MASALAH
1.      Hal apa saja yang menjadi tantangan pendidikan di Indonesia?
2.      Bagaimana permasalahan pendidikan di Indonesia?
3.      Hal apa saja yang berkaitan antara permasalahan pendidikan dengan kebijakan pendidikan?
C.      TUJUAN
1.      Menjelaskan tantangan apa saja yang dihadapi oleh dunia pendidikan di Indonesia.
2.      Menjelaskan permasalahan pendidikan di Indonesia.
3.      Menjelaskan keterkaitan antara permasalahan pendidikan dengan kebijakan pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Tantangan-tantangan pendidikan Indonesia
a. Tantangan Kecenderungan Global.
Menjelang dua puluh lima tahun usia kita dalam pembangunan nasional khususnya dalam sektor pendidikan telah membuahkan banyak hasil yang membesarkan hati di samping banyak masalah masalah yang muncul akibat keberhasilan yang di capai itu. Keberhasilan sejak pelita I jumlah murid SD berlipat hamper dua kali, SLTP berlipat tiga kali, SLTA berlipat 4,7 kali dan mahasiswa hamper enam kali lipat jumlahnya.
Pada abad yang penuh tantangan ini, dunia akan di tandai dengan beberapa perubahan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dari beberapa pengalaman dan perkiraan, telah diketahui bahwa perubahan masyarakat  pertanian dan perikanan telah  ke masyarakat industry dan pasca industry dan selanjutnaya ke masyarakat informasi. Industri industry manufaktur telah menggantikan industry tradisional, sehingga dapat pula dirasakan berbagai perubahan dari hal tersebut yang membuat masyarakat berubah menjadi masyarakat modern.
Dibandingkan dengan negara berkembang seperti Indonesia ini, mereka negara industri memiliki ciri ciri yang lebih baik. Dapat dilihat dari kualitas melek huruf masyarakatnya, pendidikan masyarakatnya, partisipasi masyarakat di dalamnya dan berbagai macam aspek lainya,yang tentunya tidak serendah masyarakat di negara berkembang. Menurut Tilaar (1991) menemukakan bahwa tingkat partisipasi  untuk pendidikan menengah dan pendidikan tinggi di Negara Negara maju pada saat tinggal landas sudah mencapai 30 persen. Sedangkan di Negara berkembang hanya berkisar 15 persen.
b. Tantangan Kecenderungan Nasional
Indonesia akan mengalami perubahan yang sangat mendasar  dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam abad 21 pertumbuhan penduduk di Indonesia akan terus menurun. Dari data yang tersedia di BPS antara kurun waktu 1990-1995 pertumbuhanya masih tetap tinggi yaitu 1,7 persen per tahun. Dan akan terus menurun pada 2015-2020 sampai 1,0 persen .  Pertumbuhan penduduk yang relative masih tinggi ini masih akan menjadi beban yang menimbulkan hambatan bagi pertumbuhan ekonomi.
Pergeseran susunan umur penduduk Indonesia yang hanya memerlukan waktu 25-30 tahun mendorong penyesuaian sasaran strategis. Separuh waktu dan kurun waktu pembangunan  nasional jangka panjang kedua harus ditunjukan untuk memenuhi kebutuhan pemuda dan mereka yang termasuk usia produktif, dalam hal ini kesempatan pendidikan dan kesempatan kerja harus mendapat prioritas utama. Penduduk kelompok usia 13-18 tahun akan terus membengkak dan arah pembangunan perlu ditujukan untuk memenuhi desakan kebutuhan penduduk, usia tersebut. Pembangunan sarana pendidikan lanjutan tingkat pertama sejak awal pembangunan jangka panjang kedua, seperti gedung sekolah, penyediaan guru (D1, D2, D3 dan S1) dan fasilitas pendidikan lainya, merupakan hal yang mendesak untuk ditanggulangi. Dengan demikian arah pembangunan pendidikan akan segera bergeser dari perluasan pendidikan dasar menjadi perluasan pendidikan lanjutan  pada awal kurun waktu, dan akan mulai bergeser ke pendidikan tinggi pada kurun waktu akhir pembangunan jangka panjang kedua.
Pengalaman dalam melaksanakan pembangunan jangka panjang kedua selama ini membuktikan bahwa stabilitas nasional itu masih tetap merupakan prasyarat mutlak untuk melaksanakan demokrasi pendidikan. Dalam proses transformasi social, pertambahan rata rata penghasilan , dan tingkat pendidikan yang dicapai penduduk akan merupakan pendorong yang kuat bagi tumbuhnya proposisi kelas menengah. Dan merka adalah anggota-anggota masyarakat yang memeiliki nilai kesejatian diri yang tinggi sebagai salah satu faktor penting  dalam menigkatkan partisipasi politik.
Dalam abad ke 21 yang penuh dengan tantangan pada berbagai bidang pembangunan nasional, Indonesia akan berada dalam proses perubahan secara structural dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk bidang social, ekonomi dan industri yang sangat pesat. Proses perubahan masyarakat tersebut akan mengundang masa peralihan yang di tandai dengan perubahan nilai dan perilaku masyarakat. Hal ini cenderung menciptakan situasi yang kurang menentu. Situasi yang sangat cepat tersebut tentunya mendorong manusia untuk dapat mengikuti perkembangan, bahkan hal buruk yang ditakuti adalah munculnya sifat individualisme, egoisme yang pada gilirannya akan menyebabkan disintegrasi nasional.



B.     Permasalahan Pendidikan
a.      Jenis-jenis Permasalahan Pokok Pendidikan
Menurut Tilaar (1991) mengidentifikasikan di dalam dunia pendidikan kita sekarang mengalami lima krisis pokok antara lain meliputi : (1) kualitas, (2) relevansi, (3) elitisme, (4) menajemen, dan masalah pemerataan pendidikan.
1)      Kualitas Pendidikan
            Inggris memasuki era industri pada tahun 1840, tetapi pertumbuhanya sangat lamban karena penduduknya berkualitas rendah. Sampai awal abad ke 20 penduduk Inggris masih menjadi beban pembangunan. Penduduk Indonesia yang pada tahun 1990 berjumlah 184 juta, dengan komposisi 72% tamat SD kebawah dan 40% bekerja di sector primer (dimana sekitar 29% menganggur tak kentara) jelas menjadi beban daripada modal pembangunan. Pada pembangunan jangka panjang tahap II ini pendidikan menjadi sasaran utama dan pertama untuk mendukung keberhasilan pembangunan.
            Kualitas pendidikan yang mampu menyumbang nilai tambah, sehingga mampu memacu pertumbuhan ekonomi. Sungguhpun sulit untuk menetapkan karakteristik yang digunakan untuk mengukur kualitas pendidikan, namun beberapa indicator dapat digunakan sebagai rambu rambu untuk mengukur kualitas pendidikan kita. Beberapa indicator tersebut adalah :
a.         Mutu guru yang masih rendah ada pada semua jenjang pendidikan.
b.        Alat bantu proses belajar mengajar seperti buku teks, peralatan laboratorium dan bengkel kerja yang belum memadai.
c.         Tidak meratanya kualitas lulusan yang dihasilkan untuk semua jenjang pendidikan.
2)      Relevansi pendidikan
            Untuk mengejar kemampuan unggul komperatif fungsi pendidikan dalam pembangunan ini perlu di alihkan dari fungsi kesejahteraan rakyat menjadi pemberian beban untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat agar mampu meberi nilai tambah yang unggul komperatif, artinya produk tenaga kerja Indonesia mampu bersaing di pasar kerja, baik dalam makna ekonomik, cultural maupun idiil.
            Relevansi pendidikan atau efisiensi eksternal suatu system itu dalam memasok tenaga-tenaga kerja trampil dalam jumlah yang memadai bagi kebutuhan sector-sektor pembangunan. Apabila kita melihat di Negara-negara berkembang tingkat pendidikan rata-rata dari penganggur meningkat dari tahun ketahun, terutama setelah tahun 70an, disaat pendidikan berkembang dengan pesat. Hubungan tingkat pendidikan dan pengangguran dapat di gambarkan sebagai kurva U terbalik (Blaug 1974:9)
            Wardiman Djojonegoro pada waktu dilantik sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia tahun1993. Ia menyatakan bahwa dunia pendidikan di Indonesia sampai sekarang masih mengalami krisis yang berkisar pada relevansi pendidikan dan mutu pendidikan. Kritik yang banyak dilontarka adalah bahwa lembaga pendidikan di Indonesia di nilai tidak dapat mencetak lulusan yang siap pakai, tidak adanya kesesuaian antara output pendidikan dengan tuntutan perkembangan ekonomi akan mengakibatakan kesenjangan okupasional. (Muchtar Buchori,1990:12). Meskipun isu ini muncul sejak awal pelita I, dan masih menjadi masalah utama pada awal pelita II, dan bahkan pelita III, ternyata sampai sekarang tetap menjadi isu penting dan polemic para ahli pendidikan dan pengambil kebijakan pendidikan di Negara kita. (Riwanto Tirtosudarmo,1993:247)
3)      Elitisme
            Yang dimaksud elitisme dalam pendidikan ialah kecenderungan penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah menguntungkan kelompok masyarakat yang kecil atau yang justru mampu di tinjau dari segi ekonomi. (Tilaar,1991:8)
4)      Manajemen Pendidikan
            Dalam kajian ekonomi, pendidikan dapat di pandang sebagai suatu industri, sebagai suatu industry pengembangan sumber daya manusia pendidikan harus dikelola secara professional. Ketiadaan menajer professional ini yang melingkupi ke semua jenjang dan jenis pendidikan menuntut adanya kerja keras dari berbagai pihak, untuk bisa tampil unggul dalam dunia globalisasi,pendidikan bukan merupakan factor yang paling menentukan, meskipun penting masih harus di perhitungkan dan di tingkatkan kekuatan factor-faktor lain di samping pengelolaan sumber daya manusia dan alam, dan sumber-sumber lain yang terbatas perlu di alokasikan secara tepat, tidak lupa semangat komitmen dan kemauan politik kadang-kadang sangat menentukan keberhasilan suatu program pendidikan yang diinginkan.

5)      Pemerataan Pendidikan
            Pada tahun-tahun awal repelita I, Indonesia pernah mendapat rejeki nomplok karena melonjaknya harga minyak bumi. Berkat minyak bumi, kita bisa memenuhi sebagian besar desakan aspirasi pendidikan, terutama pada tingkat sekolah dasar. Melalui Inpres. Dengan inpres SD itu, pemerintah telah meningkatkan mutu bangsa. Salah satu mutu bangsa dalah ditandai dengan tingkat partisipasi pendidikan dasar, sekarang di Indonesia angka partisipasi untuk sekolah dasar (SD) sudah hampir mencapai 100% (Santosa S Hamijoyo:1991:11)
            Laporan Bank Dunia No. 7841-IND, Indonesia, Basic Education Study, June 30, 1989 menunjuk pada tingkat partisipasi 87%. Program besar pemerataan kesempatan belajar di tingkat SD dan SMP dimulai pada pertengahan Repelita I dan dilanjutkan pada Repelita-Repelita selanjutnya telah mengangkat tingkat pembangunan manusia Indonesia pada angka 84. Bandingan dengan India, angka partisipasinya menunjuk angka 66, Pakistan 29, Vienam 69, Malaysia 78, Philipina 95, dan Korea Selatan menunjuk angka 96 (Human Development Report, 1991. Dengan melihat data tersebut kita patut dikatakan berhasil dalam meningkatkan pemerataan kesempatan belajar terutama di tingkat SD. Namun demikian dalam demokrasi para ahli ekonomi, Durkhurst (1971), Devison dan Fabriacant (1959) menyimpulkan bahwa mutu tenaga kerja mempunyai peranan besar terhadap pertumbuhan ekonomi. (Noeng Muhadjir, 1986 : 3). Sementara itu perencanaan pendidikan di Indonesia dewasa ini belum mengarah kepada kebutuhan lapangan kerja, apalagi mengantisipasi pemenuhan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam dunia industri di masa mendatang.

C.                Keterkaitan antara Jenis Masalah Pendidikan dengan Kebijakan Pendidikan
Pada awal Repalita I keadaan pendidikan di Indonesia menunjukan beberapa ketidakseimbangan yang antara lain meliputi :
·         Ketidak seimbangan antara jumlah penduduk yang berumur cukup untuk sekolah dengan jumlah fasilitas yang dapat disediakan bagi mereka.
·         ketidakseimbangan pendidikan secara horizontal yaitu antara jenis dan bidang pendidikan. Hal ini menimbulkan akibat kurang sesuainya persediaan tenaga kerja dengan kebutuhan tenaga kerja untuk pembangunan.
·         ketidakseimbangan vertical yaitu perbandingan antara SD, SLTP,SLTA,Perguruan tinggi dam akademi.
            Setelah beberapa ketidakseimbangan tersebut masih banyak permasalahan yang harus dihadapi seperti kurangnya fasilitas, banyaknya masyarakat yang masih buta huruf, rendahnya kualitas pengajar, bahkan masalah drop out  dll.
            Untuk mengatasi beberapa masalah tersebut Repelita I, pemerintah menetapkan beberapa kebijakan seperti:
1.      Program pendidikan secara horizontal lebih di arahkan kepada kebutuhan-kebutuhan pendidikan dan latihan untuk sector-sektor pembangunan yang di prioritaskan seperti pertanian, industry yang mendukung pertanian, industry ringan dan kerajinan rakyat, prasarana serta pariwisata.
2.      Secara vertical program pendidikan di arahkan kepada perbaikan keseimbangan dengan menitik beratkan kepada tingkat pendidikan menengah.
            Kebijaksanaan tersebut dituangkan dalam program-program seperti berikut: Program Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar, Program Penambahan Pendidikan Kejuruan Pada Sekolah Lanjutan Umun, Program Peningkatan Pendidikan Teknik Dan Kejuruan, Program Peningkatan Pendidikan Guru, Program Pendidikan Masyarakat dan Orang Dewasa, Program Pengembangan Pendidikan, Program Pembinaan Kebudayaan dan Olah Raga, Program Pendidikan Latihan Institusional, serta Program Peningkatan Penelitian (Makmuri Sukarno dkk,1994:27)
            Dalam Repelita II (1974/75-1978/79) terdapat masalah-masalah pendidikan yang lebih khusus yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1.      Persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pengembangan system pendidikan, pemeliharaan dan peningkatan mutu pendidikan, perluasan mutu pendidikan pada semua tingkat, perluasan kesempatan belajar, pengembangan system penyajian, pendidikan diluar system sekolah (pendidikan non formal), usaha-usaha lain dalam pembinaan generasi muda yang meliputi kelompok usia 15-24 tahun, pembangunan system informasi dan kemampuan pengelolaan yang dapat diandalkan untuk melaksanakan pembaharuan pendidikan, dan pengarahan penggunaan sumber-sumber pembiyaan yang tersedia. (Repelita II, 1974:137-138)
2.      Dalam trilogy pembangunan pada masa Pelita II (1979/80-1983/84) Kebijaksanaan Pendidikan diprioritaskan  pada upaya pemerataan, upaya ini dalam bidang pendidikan dirumuskan dari jalur kedua dari delapan jalur pemerataan, yakni pemerataan dalam memperoleh kesempatan pendidikan. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam Repellita III yakni, titik berat pelaksanaan pembangunan bidang pendidikan selama pelita III adalah penyediaan fasilitas belajar pada pendidikan dasar bagi anak yang berumur 7-12 tahun dan penampungan kelulusan pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi (Repelita TII.1979:347)
            Sebagai kelanjutan kebujaksanaan yang telah dilaksanakan pada Pelita III, maka pembangunan bidang pendidikan pada Repelita IV yang menekankan pada berbagai bidang kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan keseimbangan dan keserasian pendidikan nasional yang sangat penting bagi pengembangan sumber daya manusia. Untuk mencapai yujuan tersebut dalam Repelita IV, memprogramkan tiga kebijaksanaan umum dalam pembangunan bidang pendidikan nasional yang antara lain meliputi: pendidikan seumur hidup, pendidikan semesta menyeluruh dan terpadu, kebijaksanaan untuk membina kemajuan adat, budaya dan persatuan. (Repelita IV,1984:526)
            Sedangkan dalam Repelita V arah kebijaksanaan pendidikan diprioritaskan pada berbaikan system dan multi pendidikan dalam keseluruhan unsure, jenis, jalur dan jenjangnya. Kebijaksanaan yang dimaksud meliputi: peningkatan mutu kurikulum, silabi, tenaga pengajar, pelatih serta metodik sarana pengajar yang memungkinkan peningkatan kualitas dan hasil pendidikan dan latihan. (Repelita V, 1989:590)
            Beberapa kebijakan umum dalam Repelita V antara lain: Meningkatkan pembudayaan nilai-nilai pancasila dalam rangka mewujudkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Meningkatkan mutu pendidikan. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Menata kembali system pendidikan guru dan tenaga pendidik lainya. Melaksanakan penelitian dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan agar dapat di hasilkan gagasan-gagasan baru yang berorientasi pada penyempurnaan system pendidikan yang efisien. Penyeragaman mutu pendidikan melalui pengembangan institusi dan pengujian untuk semua jenis dan jenjang pendidikan, agar dapat diupayakan standartisasi mutu pendidikan baik secara regional maupun nasional.










BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendidikan di Indonesia pada dasarnya masih rendah di bandingkan dengan Negara-negara maju lainya. Hal ini tentu saja akan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran bangsa ini. Kita memang telah berusaha semaksimal mungkin untuk selalu memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam system pendidikan terdahulu. Namun tanpa adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat, tentu tak akan menghasilkan hasil yang memuaskan pula. Terkadang pemerintah selalu member kemudahan-kemudahan bagi masyarakat agar mereka mampu mengenyam pendidikan dengan baik, namun di sisi lain masyarakatpun tidak semuanya dapat memetik hasil jerih payah pemerintah yang berusaha memberikan kemudahan itu.
Dengan kata lain, komunikasi antara pemerintah dan masyarakat harus selalu terbuka agar permasalahan pendidikan yang di hadapi negeri ini dapat dikurangi bahkan hilang seiring berjalanya waktu.
B.     Saran
a.Bagi pemerintah
Sebaiknya pemerintah selalu mengevaluasi jalanya roda pendidikan di Indonesia, terkadang pemerintah hanya memikirkan mereka yang muncul di permukaan saja, namun lupa terhadap mereka yang berada di bawah, yang belum mampu merasakan manisnya pendidikan dengan fasilitas yang lengkap dan memadai.
b.Bagi masyarakat
Sebaiknya masyarakat luas selalu mengikuti kebijakan-kebijakan pemerintah yang baru, jangan sampai masyarakat tidak tahu menahu tentang apa program yang dicanangkan pemerintah, ini tentunya akan menghambat proses menuju keberhasilan pendidikan.
c. Bagi kita sebagai mahasiswa
Tentu kita merasa bahwa partisipasi kita sebagai mahasiswa yang di persiapkan untuk menjadi tenaga pendidik harus mempunyai kualitas dan peranan aktif. Untuk itu, kita sebaiknya ikut mensosialisasikan program-program pemerintah kepada masyarakat dan ikut mengevaluasi apakah kebijakan yang di cetuskan pemerintah baik bagi masyarakat ataukah tidak.












DAFTAR PUSTAKA
v  Munib,Achmad,dkk. 2011 . Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press

0 komentar:

Posting Komentar